Pages

Thursday, January 6, 2011

AMD VS INTEL

Tidak bisa dipungkiri, persaingan pasar prosesor akhir-akhir kian memanas dengan dua kubu sebagai pemain utama persaingan, yaitu Intel yang telah lama mendominasi pasar dan AMD yang baru-baru ini banyak meluncurkan produk yang unjuk kerjanya cukup mengancam dominasi Intel.
Tanpa memihak pada Intel maupun AMD, dan membiarkan Anda mengerti sebagai konsumen, persaingan keras kedua perusahaan ini untuk mendominasi pasar dari musim ke musim berikutnya tidak selalu membuat produk dari perusahaan yang satu menjadi lebih baik dari produk perusahaan yang lain, begitu pula sebaliknya.
Sebenarnya akan lebih baik jika mempunyai pilihan ketiga, namun sayangnya semuateknologi terbaik dari Transmeta masih diperdebatkan keabsahan HAKI-nya. Masih saja tentang proses penghematan energi yang dianggap lebih penting pada setiap perbandingan unjuk kerja dari hari ke hari.
Seperti yang kita ketahui sekarang, Intel mendominasi pasar prosesor, baik dari segi harga, unjuk kerja, dan tentu saja dari segi kepastian mutu. Tentu saja pendapat ini timbul tanpa memperhitungkan AMD didalamnya.
Selama ini AMD telah lambat dalam menangani ‘kekakuan’ dalam pengembangan teknologinya, melesetnya tanggal peluncuran mungkin telah mengakibatkan AMD mati langkah dalam menghadapi pesaingnya, dan apapun hasilnya itu telah membuat AMD berhutang $5 Milyar kepada ATI di permulaan tahun ini.
Chipset AMD 690G adalah salah satu contoh sukses yang terkenal, dan jika Intel telah mengajarkan kita segalanya, semua itu menyamaratakan jalan dominasi chipset di pasar PC. AMD tidak tertidur dalam perputaran roda teknologi prosesor. Mungkin banyak terlambat, tetapi tidak mati. Saat ini AMD telah menyiapkan sebuah prosesor tangguh yang dijuluki ‘K10’, dan sebuah prosesor perbaikan dari ‘Barcelona’. Tidak banyak yang tahu tentang unjuk kerja prosesor desktop AMD yang akan datang (K10 Phenom X2 dan X4) saat ini, namun kita harus mencari tahu dengan cepat apakah ‘Agena’ dan ’Kuma’ ini akan dapat membuat Intel merugi.
Ketika banyak produk AMD yang sukses belakangan ini, maka akan banyak rekannya yang mengikuti jejaknya, sedangkan Intel menjamin bahwa kesuksesan prosesor Core 2 Duo akan menjadi rancangan sempurna bagi sebuah chipset masa depan. Seperti yang mereka katakan, “Inilah yang namanya chipset”.
Prosesor Intel Core 2 Duo adalah prosesor yang sangat efesien, nilai dengan TDP (Thermal Design Power) hanya kurang lebih setengah dari yang digunakan seri Pentium 4/D, dan dalam test pemakaian nyata menunjukkan bahwa sistem komputer yang mempergunakan Intel Core 2 Duo memang menghemat banyak tenaga.
Itu semua memang baik, hal ini sangat mengangkat Intel bukan karena selisih beberapa point kecepatannya, namun karena Core 2 Duo memang lebih cepat dan harganya yang sangat kompetitif. Mungkin nilai dari sebuah prosesor masih seringkali tidak kita perhatikan selama ini. Yang perlu diingat adalah walaupun Extreme Edition dari Intel masih dihargai sangat tinggi, namun masih dipandang sangat pantas untuk inovasi CPU desktop. Bandingkan dengan prosesor AMD yang dengan harga yang relatif sama, Intel tetap masih berada di atasnya.
Jadi sebagaimana telah dibahas di atas, sebenarnya kapankan waktu yang tepat untuk AMD ataupun Intel? Intel masih memenangkan babak ini. Intinya bahwa manuver Intel masih melebihi AMD, juga seluruh generasi prosesor ganda yang ada. Unjuk kerja Core 2 Duo memang sangat memuaskan, itulah sebabnya banyak yang merekomendasikannya.
Namun sebelum menutup pembicaraan ini, ada satu hal lagi yang harus diingat. Sepanjang perbandingan kita berdasarkan pada kesetiaan pada merk dan uji unjuk kerja saja, maka tidak akan ada banyak pilihan dari teknologi yang terbaru dan terbaik. Yang terpenting saat ini adalah jika komputer yang Anda pakai sekarang telah mampu memenuhi semua kebutuhan komputasi Anda, maka Anda tidak perlu lagi repot memilih antara Intel dan AMD.
Referensi :
info-pc-diblogspot.blogspot.com
iikhwan50.blogspot.com
www.indowebster.web.id

Cara Mempercepat Mozilla Firefox

Terkadang kita merasa lama sekali membuka internet menggunakan mozilla firefox. Berikut ini adalah beberapa tips untuk mempercepat koneksi internet anda:
1. Klik ke Start -> Run, lalu ketik gpedit.msc , masuk ke Administrative Templates -> Network -> Qos Packet Scheduler. Lalu double-click Limit Reservable Bandwith dan buat jadi Enabled, masukkan bandwith limit yang tadinya 20 menjadi 0, lalu OK.
2. Pada mozilla firefox, ketik di Addressnya about:config ,lalu masuk ke dalam suatu list registry. Setting pada list registry tersebut dengan men-double-click kata yang sesuai dengan di bawah ini, lalu ubah angkanya sesuai keterangan berikut:
network.http.max-connections: 48
network.http.max-connections-per-server: 24
network.http.max-persistent-connections-per-proxy: 12
network.http.max-persistent-connections-per-server: 6
network.http.pipelining: true
network.http.pipelining.maxrequests: 8
network.http.proxy.pipelining: true
Setelah itu klik kanan di mana saja (masih di list registry firefox), New – Integer, lalu ketiklah dengan nglayout.initialpaint.delay ,beri nilai 0.
restart mozilla firefox dan rasakan bedanya.  Selamat Mencoba

Monday, January 3, 2011

penjahat kompasiana

Akhir-akhir ini sangat susah masuk ke Kompasiana, kalau tidak salah sejak berlakunya fitures dan tampilan -yang katanya- lebih keren dan memudahkan akses dan kenyamanan anggotanya (sejak 1  Nopember 2010)  genaplah 2 bulan saya merasakan betapa susahnya mengakses Kompasiana.
Apa yang terbaca pada akses Kompasiana malam ini (3/1/2011) adalah :


Situs web mengalami galat saat mengambilhttp://www.kompasiana.com/galsu. Situs web mungkin sedang terganggu karena ada perawatan atau dikonfigurasi secara salah.


Galat HTTP 500 (Internal Server Error): An unexpected condition was encountered while the server was attempting to fulfill the request.



Berikut adalah saran kami:



Selidik punya selidik, ternyata keluhan ini bukan saja saya rasakan, beberapa kompasianers juga mengeluhkan hal ini, misalnya dari sebuah psotingan tanggal 2 Januari 2011 seorang kompasianer menulis tulisan 1001 kali megakses Kompasiana baru bisa berhasil.
Sebelumnya juga telah banyak pengalaman-pengalaman rekan-rekan yang mengeluhkan hal yang serupa. Bahkan diantara reka-rekan ada yang meminta agar Kompasiana kembali saja kepada tampilan awalnya yang tidak banyak “tedeng aling-aling” kecanggihan teknologi dan tampilannya.
Dulu (sebelum masuknya Nopember 2010) saat Kompasiana baru berusia 2 (dua) tahun mungkin tidak banyak kendalanya dalam dunia maya. Apakah routingnya yang saat itu belum dipersulit atau menjadi sulit atau karena volume pengaksesnya yang sudah terlalu banyak? Saya kira dugaan ini dapat ditepis mengingat pengakses Facebook saja tidak mengalami kendala yang berarti walau servernya dapat dikatagorikan server raksasa sekelas Yahoo atau Google.
Dugaan saya penyebab susahnya mengakses Kompasiana saat ini karna Kompasiana sudah terlalu banyak musuhnya. Hal ini disebabkan karena para penulis di Kompasiana lebih sering menyampaikan tulisan-tulisan yang bertendensi menyudutkan pihak lain terutama pemerintah atau badan swasta lainnya. Padah kita tahu bahwa Pemerintah atau unit usaha swasta kelas dunia yang sering disoroti itu memiliki kemampuan apa saja untuk menganggu atau mengacaukan sistem komunikasi sebuah situs atau blog milik masyarakat.
Kongkritnya, Kompasiana sedang di hack oleh hacker dari dalam negeri terutama oleh kelompok yang sering mendiskreditkan kelompok tersebut. Jika ini terjadi maka kebebasan menyuarakan pendapat melalui media kembali terbelengu dan terhalangi oleh sikap otoriter dan memberangus azas demokrasi yakni kebebasan menyampaikan pendapat dalam forum yang resmi.
Masalahnya, apakah kebebasan yang telah pernah kita rasakan agak terbuka beberapa saat yang lalu itu merupakan kebebasan yang menganut azas saling menghargai, menghormati dan memenuhi azas praduga tak bersalah? Bukankah dari tulisan di Kompasiana itu dapat membocorkan informasi kemana-mana merebak hingga ke seluruh dunia? Taruhlah informasi yang disampaikan itu benar. Jika tidak benar atau kurang benar? Siapa yang mau disalahkan?
Akhirnya kesalahan itu ditumpahkan ke Kompasiana. Maka tak heran, Kompasiana sekarang ini mirip PLN yang kadang mati mendadak lalu nyala kembali dan mati lagi berulang kali. Pyar-bet Kompasiana akhir-akhir ini sudah tidak terhitung lagi kejadiannya. Belum lagi tindakan memperbaiki server yang mendadak dapat dinilai sebagai adanya serangan Hecker dalam bentuk virus yang mengacau sistem informasi dari server Kompasiana.
Selain Kompasiana yang disalahkan, siapa lagi yang disalahkan? Tentunya adalah penulis-penulis yang dianggap vokal dan arogan dan tidak memiliki dasar-dasar metode jelas dan terukur serta kajian yang empiris dan terus menerus dianggap sebagai provokator bukan tak mungkin akunnya juga dapat diganggu alias dibobol sehingga tidak dapat meneruskan kembali beranjangsana ke Kompasiana secara leluasa.
Mudah-mudahan dugaan ini TIDAK BENAR, tapi mau tak mau saya harus menyampaikan analisa dan dugaan apa sebetulnya yang terjadi terhadap rumah sehat ini? Padahal -sekali lagi-  menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan dan lisan adalah kebebasan seseorang dalam dunia Demokrasi. Perkara ada yang lepas kontrol sekali-kali dalam tulisan yang bertendensi minor dan menyerang, saya kira seharusnya pihak-pihak yang  mendapat mendapat serangan dapat bersikap arif dan bijaksana karena mengacu kepada azas demokrasi tadi. Selain itu masyarakat juga sudah maklum dan mengerti jika penulisnya menyampaikan berita itu tidak berdasarkan data, fakta dan sebenarnya (hanya dugaan dan analisa dari sumber data yang telah duluan tersebar dan belum tentu kebenarannya).
Semoga tulisan ini mampu membuat kita sedikit hati-hati agar tidak lebih memberatkan Kompasiana sebagai sasaran kemarahan musuh-musuh yang semakin banyak mengerubungi Kompasiana saat ini. Apa yang dapat kita lakukan menolong Kompasiana adalah membantu Kompasiana dengan menyampaikan tulisan yang bertendensi menenteramkan, membuat adem dan memberi pencerahan dari sisi yang melegakan pihak-pihak yang  menjadi sasaran kemarahan tulisan kita selama ini.
Jika hal ini tidak dapat kita perhatikan, saya kuatir suatu saat Kompasiana akan tidak dapat diakses dengan leluasa lagi dan mungkin akan menjadi kenangan sebagai bahan cerita pengalaman kita masing-masing yang pernah merasakan ikut nimbrung secara aktif dalam blog Jurnalisme warga yang paling hebat dan pernah ada di tanah air. Oleh karena sesuatu hal yang sifatnya irasional emosioanal banyak pihak yang berkuasa dan memiliki kekuasaan terpaksa kita tidak berada lagi di dalamnya.
Pihak-pihak yang merasa telah disubordinatkan oleh Kompasianers melakukan serangan balik melalui teknologi informasi dengan mengacaukan sistem penyajian data Kompasiana.
Benarkah dugaan ini? Semoga tidak benar dan ada baiknya kita waspadai.
Salam Kompasiana
galsu keren